Mengungkap Rahasia: Mengapa Dokter Priguna Berani Perkosa dan Bunuh Keluarga Pasein, Ternyata Memiliki Kelainan Ini

Polda Jawa Barat menyingkap alasan dibalik perilaku tidak senonoh yang dicurigai telah dilakukan oleh dokter dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Unpad, yaitu Priguna Anugerah Pratama.

Priguna Anugerah Pratama ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perkosaan terhadap anak seorang pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

Berdasarkan laporan pengecekan, tersangka dicurigai mempunyai ketertarikan abnormal terhadap hal-hal seksual.

Kepala Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Barat, Kombes Surawan, menyatakan bahwa Priguna Anugerah Pratama dicurigai memiliki gangguan perilaku seksual.

Inilah yang diduga mendorong Priguna untuk nekat melakukan tindakan pemerkosaan.

Hasil ini didapatkan dari penyelidikan yang telah dilaksanakan kepolisian dalam beberapa hari terakhir.

"Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya indikasi bahwa pelaku memiliki cenderung gangguan pada aspek seksual," kata Surawan, sebagaimana dilaporkan oleh Tribun Jabar.

Kepolisian Daerah Jawa Barat saat ini sedang bekerja sama dengan beberapa pihak guna menginvestigasi lebih jauh tentang adanya kemungkinan anomali tersebut. Salah satunya adalah dengan meminta bantuan dari para profesional dan pakar psikologi.

"Temuan tersebut akan kita perkokoh dengan melakukan evaluasi psikologi forense, bersama-sama dengan masukan dari pakar dan psikolog. Ini sangat diperlukan untuk mengonfirmasi eksistensi cendrung gangguan pada pola perilaku seksual," jelasnya.

Polda Jawa Barat sebelumnya sudah mengidentifikasi Priguna Anugerah Pratama sebagai tersangka dalam dugaan penculikan dan kekerasan terhadap wanita bernama awal huruf FH.

Tindakan itu terjadi ketika Priguna sedang menjalankan tugasnya sebagai dokter residen di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung.

Priguna dikenal sebagai seorang mahasiswa dalam Program Spesialis Anestesi di Universitas Padjadjaran.

Pada saat peristiwa itu terjadi, dia tengah menempuh pendidikannya yang profesional di RSHS Bandung.

"Tersangka dalam kasus tersebut merupakan seorang mahasiswa dokter dari sebuah perguruan tinggi di kabupaten Sumedang yang tengah menempuh program spesialisasi anastesi di Rumah Sakit Hasan Sadikin," ungkap Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Pol Hendra Rochmawan, seperti dilaporkan oleh saluran YouTube KOMPASTV pada hari Rabu, tanggal 9 April 2025.

Priguna dilahirkan pada tanggal 14 Juli 1994 dan saat ini berumur 31 tahun. Dia bukan penduduk asli Bandung, tetapi berasal dari Kota Pontianak, Kalimantan Barat.

"Data KTP menunjukkan bahwa beliau berasal dari sebuah kota di luar pulau Jawa," jelas Hendra.

Di samping itu, Priguna dikenal sudah berkeluarga dan mempunyai satu orang istrinya.

"Orang tersebut memang telah menikah, sesuai dengan data yang kita peroleh," imbuhnya.

Dia saat ini menghadapi ancaman hukuman 12 tahun penjara.

Pasal 6C dalam UU No. 12 Tahun 2022 yang membahas mengenai tindak pidana kekerasan seksual.

"Hukumannya mencakup pidana penjara selama maksimal 12 tahun," jelas Kabidhumas Polda Jawa Barat Kombes Pol. Hendra Rochmawan.

Di samping menjadi tersangka, Priguna Anugerah juga bakal diringkus selama 20 hari untuk mempercepat pengkajian penyelidikan lebih mendalam.

Informasi ekstra menunjukkan bahwa dugaan tindakan kekerasan ini telah dilaporkan kepada Polres Jawa Barat pada tanggal 8 hingga 18 Maret 2025, dengan nomor registrasi laporan polisi LPB/124/III/2025/SPKT yang berasal dari Polri Jawa Barat.

Lokasi kejadiannya terletak di Gedung Mother and Child Health Care (MCHC) Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin, Bandung.

Kronolgi Kejadian

Pada Senin (17/3/2025), merupakan hari yang sangat tegang bagi seorang wanita yang sedang menantikan berita tentang nasib kerabatnya yang kritis di sebuah ruang di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

Akhir-akhir ini, keadaan keluarganya semakin memburuk. Kondisinya mencapai titik terendah saat kesehatannya menurun drastis pada Senin malam.

Saat menantikan adanya keajaiban tersebut, yang tiba malahlah Priguna Anugrah Pratama (31). Dia merupakan seorang dokter yang sedang bertugas di bagian Gawat Darurat Instalasi Rawat Jalan.

Priguna dinyatakan sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Departemen Anestesiologi. Dia berasal dari Pontianak, Kalimantan Barat, dan sedang menjalani program studi tersebut di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.

Priguna kemudian mengungkapkan bahwa keadaan pasiennya sangat genting. Karena itu, diperlukan sumbangan darah secara cepat guna menolong nyawa si pasien.

Enggan membuang waktu, korban rela menjadi pendonor. Sampai saat itu, tak seorang pun mengetahui rencana apa yang sedang dijalankan oleh Priguna.

Priguna kemudian meminta korban melakukan tes crossmatch. Tes ini bertujuan untuk mencari kesesuaian golongan darah sebelum dilakukan transfusi pada penerimanya.

Proses tersebut, menurut Priguna, akan berlangsung di Ruang 711 pada lantai tujuh Gedung MCHC. Sebenarnya, gedung MCHC tidak dirancang untuk proses crossmatch.

Ruang tersebut digunakan sebagai fasilitas kesehatan bagi ibu dan anak. Pada saat itu, adalah tanggal 18 Maret 2025 sekitar pukul 01:00 Waktu Indonesia Bagian Barat (WIB).

Setibanya di kamar tersebut, Priguna kemudian menyuruh korban untuk berpakaian ulang. Korban diperbolehkan hanya menggunakan pakaian bedah saja.

Tanpa memahami prosedur crossmatch, lengan korban diberikan infus. Kemudian Priguna menusuk jarum suntik ke dalam saluran infus untuk memberikan larutan obat.

Baru-baru ini, obat yang digunakan adalah Midazolam. Secara cepat, korbannya kehilangan kesadarannya. Bahkan, korbannya tertidur dalam waktu tiga jam lamanya.

Di saat itu pula, Priguna melancarkan perbuatannya yang keji. Ia menyetubuhi korbannya.

Perilaku tersebut diyakini kuat bahwa dia telah merencanakannya terlebih dahulu. Bukti nyata adalah pelaku mengenakan kondom, yang sudah terselip di sakunya, ketika melakukan pemerkosaan.

Pada sekitar jam 04.00 WIB, si korban mulai bangun. Dia mengalami pusing di kepalanya. Selain itu, tangannya dan alat kelaminnya terasa sakit.

Meskipun demikian, Priguna dengan tenangnya seperti tidak menyadari apa pun. Bahkan, Priguna membonceng korban kembali ke rumah sakit di mana pasien tersebut ditangani.

RSHS Buka Suara

Dalam pernyataan resmi yang diterima, Unpad serta RSHS di Bandung sudah mendapatkan pelaporan tentang kasus pelecehan seksual tersebut.

Disampaikan bahwa pelecehan seksual kepada keluarga pasien itu terjadi pada pertengahan Maret 2025 di area rumah sakit.

Unpad serta RSHS dengan tegas mengutuk semua jenis kekerasan, termasuk kekerasan berbasis seksual, yang muncul dalam area layanan medis maupun pendidikan tinggi.

"Unpad dan RSHS bertekad menjaga proses ini dengan ketat, adil, dan terbuka, sementara juga memastikan bahwa langkah-langkah yang dibutuhkan dilakukan untuk menerapkan keadilan kepada para korban dan keluarganya serta membentuk suasana yang aman bagi setiap orang," demikian tertulis dalam pernyataan tersebut yang diterima pada hari Rabu (9/4/2025).

Unpad serta RSHS merespon hal tersebut secara sungguh-sungguh dan sudah menerapkan beberapa tindakan seperti di bawah ini:

1. Mendampingi korban saat melaporkan kasusnya ke Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar).

Saat ini, korban telah diberi dukungan oleh Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Jawa Barat. Both Unpad dan RSHS dengan penuh mengambil bagian dalam mensupport investigasi yang dilakukan Polda Jabar.

2. Bersumpah untuk menjaga kerahasiaan pribadi korban serta keluarganya.

3. Mengingat tersangka adalah seorang PPDS yang disandarkan di RSHS dan bukan pegawai tetap RSHS, langkah tegas telah ditempuh Unpad dengan mengakhiri keikutsertaannya dalam program PPDS tersebut.

Rektor Unpad Buka Suara

Rektor Universitas Padjadjaran Profesor Arief Sjamsulaksan Kartasasmita mengungkapkan bahwa institusi tersebut tidak akan mentolerir dugaan pelanggaran hukum oleh seorang mahasiswa PPDS anestesi bernama depan PAP. Dia merasa sangat kecewa atas insiden yang telah terjadi.

Arief menegaskan, Unpad segera melakukan tindak lanjut dalam bentuk pemutusan studi terhadap yang bersangkutan. Meskipun belum ada putusan pengadilan, yang bersangkutan sudah terindikasi dan terbukti melakukan tindak pidana.

"Sebagai institusi pendidikan, kami secara keseluruhan menolak adanya pelanggaran apa pun, entah itu dilakukan oleh mahasiswa saat bekerja, melakukan praktek, atau dalam lingkungan kampus Unpad," tegasnya.

Pelaku pemerkosaan dan pelecehan seksual semakin sering terjadi di area umum. Perlu adanya kontrol yang lebih kuat pada layanan perawatan medis untuk mencegah kejadian tersebut berulang kepada para korban.

(*/ )

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Lihat pula berita atau info tambahan di Facebook , Instagram , Twitter dan WA Channel

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Zodiak Beruntung Tanggal 10 April 2025: Cinta Pisces yang Menggoda

Bolehkah Lakukan Puasa Syawal Sebelum Lunasi Utang Ramadan? Begini Penjelasan Ustadz Khalid Basalamah

5 Destinasi Tersembunyi di Cianjur yang Patut Dikunjungi: Dari Pantai Jayanti hingga Curug Cikondang