Berlayar Menuju Surga Tersembunyi: Pengalaman Petualangan di Pulau Samalona dengan Kapal Pinisi
Hari Raya Idul Fitri menjadi momen spesial bagi mereka yang bekerja jauh dari rumah untuk pulang dan menyambut hari raya dengan orang tua serta kerabat dekatnya. Dengan adanya cuti pada saat lebaran, para anggota keluarga dapat bertemu selama waktu yang lebih panjang di desa asal mereka dan seringkali memilih untuk melakukan perjalanan wisata bersama-sama.
Ketika mudik Lebaran di Makassar minggu lalu, istri dan saya menghabiskan waktu bersama keluarga dengan berlibur di Pulau Samalona. Terdapat beberapa alternatif untuk sampai ke lokasi tersebut, namun kami lebih memilih menggunakan kapal pinisi sebagai transportasinya.
Kita memulai perjalanan dengan mengambil kapal pinisi dari dermaga yang ada di Pantai Losari. Terdapat delapan kapal pinisi yang tengah bertolak di tempat itu. Kita pun mendaki ke salah satu kapal pinisi tersebut. Hanya keluargalah penumpang di dalamnya sebab ini merupakan pelayaran privat.
Setiap kita secara bergantian naik keatas kapal dan menapakkan kakinya di geladak eksterior. Sebab hujan gerimis, area tersebut dilindungi dengan tenda. Terdapat pula sebuah meja makan besar yang cukup luas untuk menampung sejumlah orang.
Mesin kapal kemudian dihidupkan saat kami menantikan waktu keberangkatan yang terjadwal pada pukul 7.30. Karena rasa ingin tahu, kami pun memeriksa isi kapal tersebut.
Di lantai dasar selain area duduk yang terdapat di bagian eksterior, terdapat pula sebuah ruangan tempat duduk yang berfungsi untuk menghubungkan area luar dengan dapur serta kamar mandi.
Kunjungi lantai dua, di sini Anda akan menemukan kabin kapten di depan serta sebuah VIP room di bagian belakang. Ruangan eksklusif ini memiliki sistem pendingin udara dan dilengkapi dengan sofa, kursibeanbag, tempat tidur lipat, serta tersedia kamar mandi pribadinya sendiri.
Di samping itu, terdapat area outdoor pada tingkat tiga yang menawarkan panorama lingkar 360 derajat. Lokasi ini disediakan dengan tempat duduk seperti sofa tepi pantai, menjadikannya ideal untuk beristirahat selama perjalanan.
Saat kapal memulai perjalanannya, kami semua diajak ke lantai bawah untuk sesi penjelasan singkat. Kita semua kemudian duduk mengitari meja makankan dan menikmati camilan beserta minumannya. Tour guide kita pun turut hadir dan menyampaikan informasi seputar kapal pinisi tersebut.
Dia menyebutkan bahwa kapal pinisi merupakan kapal tradisional asli Bugis-Makassar yang dibuat dari kayu dengan dua tiang dan tujuh layar. Aslinya dari daerah Bulukumba, dan kapal tempat kami menaiki tersebut diibaratkan memiliki jenis kelamin wanita. Mengapa ya, apakah kapal bisa dikatakan mempunyai gender?
Dia menyebutkan bahwa ketika baru saja diselesaikan dan dimasukkan ke dalam air untuk pertama kalinya, kapal tersebut akan menunjukkan kemiringannya. Apabila kapal condong ke arah kanan, itu berarti memiliki jenis kelamin jantan. Namun, apabila kapal cenderung ke sisi kiri, ini mengindikasi bahwa ia bertipe betina.
Desain tiang horisontal di bagian buritan kapal mengindikasikan jenis kelamin ini. Namun, saya tak memahami dampaknya karena waktu itu tidak sempat menyampaikan pertanyaan tersebut.
Pemandu wisata juga memberi pengetahuan mengenai Pulau Samalona yang bakal kita datangi. Ia menceritakan bahwa Pulau Samalona merupakan sebuah pulau kecil tempat tinggal sekitar sepuluh kepala keluarga. Lokasinya berjarak dua kilometer dari kota Makassar.
Setelah sang pemandu wisata selesai bercerita, kami melanjutkan perjalanan dengan mengelilingi kapal. Beberapa orang memilih untuk bertempat fotografi di depan Kapal dan area lainnya, beberapa lainnya menjaga kendali di ruang VIP, sementara yang lain menikmati waktu istirahat mereka di lantai ketiga.
Dari atas kapal, kita dapat menyaksikan panorama kota Makassar serta aktifitas di dermaga dari jarak tertentu. Selain itu, kita pun bisa mengamati beberapa kapal raya yang sedang bersandar atau berlayar. Ini semua sangat menarik perhatian para anak-anak.
Setelah berkelana selama 20 menit, akhirnya kami tiba di Pulau Samalona. Di sini terdapat sebuah pulau mungil yang diselimuti hutan lebat serta pohon-pohon hijau yang menjulang tinggi. Sekelilingnya menggambarkan lautan biru-hijau yang memesona.
Kapal pinisi tempat kami berkendara tak dapat berlabuh tepat di dermaga dikarenakan risih akan bahaya benturan dengan batu karang, maka dari itu kami perlu naik perahu kecil guna mencapai Pulau Samalona. Perjalanan ini dilakukan bersama sejumlah awak kapal sebagai pendamping.
Tanpa membuang banyak waktu, kami pada akhirnya menjejakkan kakimu di tepian pasir Pantai Pulau Samalona dan melangkah menuju zona pantai ideal untuk berinteraksi dengan air. Mulai dari dermaga tempat boat bersandar, kami melewati beberapa bangunan warga setempat yang merupakan jenis rumah panggung tradisional Makassar.
Di pusat Pulau Samalona terdapat hutan yang lebat dengan pohon-pohon tinggi. Kami melanjutkan perjalanan dan menemukan pantai lain. Pantainya memiliki pasir berwarna krim yang sedikit kasar dan airnya sangat jernih.
Mendapatkannya, kita langsung menaruh kaki di dalam air untuk mengalami gesekan gelombang yang halus. Pantai dengan kemiringan ringan serta ombak yang tenang sangat sesuai bagi aktivitas anak-anak.
Kemudian, sebagian dari kami melanjutkan perjalanan menuju tepi laut untuk berenang. Beberapa lainnya memilih untuk sekadar berendam dan merasakan keteduhan di bibir pantai. Sementara itu, saya lebih sering ditempatkan di area pesisir untuk menjaga si kecil yang asyik bermain dengan pasir.
Jika tertarik untuk melihat video tentang kegiatan kami naik kapal pinisi ke Pulau Samalona, silakan klik link Instagram di bawah ini.
Setelah beberapa saat, tim kapal mengajukan tawaran bagi kita untuk mencoba snorkeling di lokasi yang lebih jauh. Mereka berpendapat bahwa tempat tersebut akan memberikan pemandangan bawah laut yang indah dan memuaskan.
Suamiku, putra pertama saya, beserta kerabat lainnya menerimanya tawaran itu dan berangkat untuk snorkeling. Perlengkapan snorkeling telah disiapkan oleh tim kru dan mereka juga membawa tamu-tamu menuju tempat snorkeling menggunakan perahu kecil.
Kelompok kita yang memilih untuk tinggal di tepian pantai melanjutkan aktivitas masing-masing sementara menantikan kepulangan rombongan lainnya. Di saat menunggu, saya menyadari ada banyak pecahan terumbu karang mati yang dibawa gelombang hingga ke bibir pantai. Namparnya terumbu karang yang berada tidak jauh dari pesisir telah mengalami kerusakan, akibatnya kegiatan snorkeling juga harus dilakukan di lokasi yang agak menjauh.
Semakin mendekati tengah hari, tim mulai mempersiapkan makan siang bagi kita semua. Para peserta yang berenang dengan tabung penglihatan bawah air juga telah kembali. Kita menyantap hidangan tersebut di sebuah paviliun tepi pantai.
Pilihan utama untuk makan siang kali ini adalah ikan merah dan ikan bakar khas Banjar. Terdapat pula hidangan cumi-cumi dan udang, sayur kangkung goreng, bersama dengan tahu dan tempe. Sajian sambal pun tidak terlupakan sebagai penyempurna rasa.
Sensasinya luar biasa menyantap hidangan saat perut sudah merasa lapar. Tak hanya cita rasa yang lezat, tapi kami juga disuguhi panorama pantai yang memesona dengan air laut bergradasi dari hijau hingga biru.
Saya kemudian menanyakan kepada putra saya mengenai pengalaman snorkelnya. Dia menyebut bahwa jumlah ikan cukup beragam, namun sayang sekali kerusakannya di area terumbu karang sangat parah dengan banyak bagian yang sudah tewas.
Meskipun mereka telah menyelam snorcling di lokasi yang jauh, hal itu lah yang tampak. Bayangkan saja kondisi terumbu karang yang berada lebih dekat ke tepi pantai.
Dapat dikatakan bahwa hal ini bisa menjadi akibat dari suatu pantai dengan terumbu karangnya menjelma sebagai destinasi pariwisata populer. Tidak hanya kerusakan pada terumbu karang, tetapi sampah pun sering kali mengganggu sebuah pulau kecil yang berstatus sebagai lokasi wisata.
Kita pergi ke tempat itu ketika masa libur Lebaran berlangsung, yang mengakibatkan kemacetaman dan penumpukan sampah di sejumlah lokasi. Akhirnya, penting sekali untuk meningkatkan kesadaran para pengunjung.
Dari segi penyelenggara, baik itu masyarakat lokal ataupun pemerintah daerah, sebaiknya meningkatkan upaya dalam menyampaikan informasi melalui plang peringatan atau dengan cara verbal kepada para wisatawan supaya mereka bisa membuang sampah di daratan ketika pulang.
Setelah menghabiskan waktu untuk makan siang, kita pun menyelesaikan perjalanan tur di Pulau Samalona. Kita kemudian kembali menggunakan speedboat sebelum beralih ke kapal pinisi yang akan membawa kita ke arah Kota Makassar.
Walau ada sejumlah kelemahan di Pulau Samalona, secara keseluruhan kita cukup puas dapat menghabiskan waktu di sana. Apalagi perjalanan menuju pulau tersebut dilakukan menggunakan kapal pinisi yang mempesona.
Pengalaman ini sangat menggembirakan untuk kami. Kamilah dapat berlibur bersama dan merasakan kebahagian dalam setiap momennya.
Apabila sahabat-sahbat sedang berlibur di Makassar, kalian dapat menikmati perjalanan menggunakan kapal pinisi menuju Pulau Samalona.
Komentar
Posting Komentar